Inggrid Graf: Jika Anda Memiliki Tekad, Pasti Akan Menemukan Jalan

07 Oktober 2007

Kisah ini bermula dari impian seorang puteri Indonesia yang ingin dapat melancong ke luar negeri. Berbekal gelar S1, saya bisa diterima sebagai staf pengajar di sebuah perguruan tinggi swasta. Harapan saya, dengan profesi ini, saya dapat melanjutkan kuliah di luar negeri dan tercapailah impian saya, berplesiran ke luar negeri!

Ternyata untuk mencapai impian ini tidak mudah. Saya tidak dapat mengharapkan institusi tempat saya mengajar, untuk membiayai kuliah saya ke luar negeri. Saya mencari alternatif lain, yaitu pendanaan dari luar. Saya mulai browsing mencari-cari beasiswa dan menjadi anggota milis ini. Saya seperti seorang yang maniak dengan yang namanya beasiswa!

Selama hampir lima tahun saya menjadi anggota milis beasiswa ini. Selama ini, saya hanya menjadi "sekutu pasif", membaca dan mempelajari semua informasi yang diposting di dalam milis ini.

Tahun 2006, saya mengirimkan form aplikasi beasiswa APS. Itu merupakan form aplikasi beasiswa pertama yang saya kirimkan dengan persyaratan yang lengkap. Sebelumnya, saya kirim ADS, tetapi persyaratan bahasanya tidak memenuhi. Kendala utama saya untuk mendapatkan beasiswa berasal dari bahasa. Kemampuan Bahasa Inggris saya minimal. Ini juga kesalahan saya karena kurang belajar tekun!

Saya dipanggil mengikuti seleksi beasiswa APS. Demi mempersiapkan tes tersebut, saya mengajukan cuti selama satu minggu. Hari itu adalah hari jumat, ketika saya mudik ke Malang sambil membawa beberapa buku IELTS dan keperluan lain. Saya harus belajar! Tapi, yang terjadi justru diluar kendali saya. Sabtu dini hari, adik saya membangunkan saya dan mengatakan jika Papa saya telah berpulang. Beliau memang didiagnosa menderita kanker paru-paru, walau pun tidak pernah merokok. Saya sangat terkejut, sebab pada malam kedatangan saya beliau terlihat lebih sehat. Beliau juga baru menjalani kemoterapi yang pertama. Memang itu sudah menjadi kehendak Tuhan. Akhirnya, waktu satu minggu itu menjadi waktu berkabung!

Hari jumat berikutnya, saya kembali ke Surabaya untuk mempersiapkan tes IELTS keesokan paginya. Setelah melalui tes IELTS dan interview, saya mendapatkan pemberitahuan bahwa tim JST tidak merekomendasikan saya menerima beasiswa ini. Saya merasa seperti orang yang jatuh dan tertimpa tangga pula! Nilai IELTS saya memang telah memenuhi. Saya merasa kesesuaian antara bidang ilmu yang saya pilih dengan pekerjaan dan background saya yang tidak sesuai. Itu kesalahan saya! Celakanya, saya juga memasukkan form ADS dengan isi yang sama. Bisa ditebak hasilnya, saya gagal kembali. Walau pun, segala sesuatunya telah saya persiapkan dengan matang!

Tidak kehabisan akal, sertifikat IELTS yang saya peroleh dari ADS, saya pergunakan untuk apply beasiswa VLIR dan satu universitas di Filipina (yang ini bilateral agreement antara universitas tempat saya mengajar dengan universitas di Filipina tersebut). Mulailah saya mengumpulkan informasi tentang beasiswa VLIR. Saya sempat ragu, karena nilai IELTS saya hanya 6.00 dan universitas mensyaratkan skor IELTS 6.5. Tetapi, Mas Sony (rekan milis yang pernah mendapatkan beasiswa VLIR) menyarankan saya untuk menonjolkan kemampuan kita dari segi yang lain. Mempersiapkan reseach proposal, misalnya. Saya mengikuti saran ini dan sebelumnya melakukan kontak dengan Profesor yang menjadi koordinator untuk program saya. Beliau merespon dengan sangat positif dan menyarankan saya untuk mengirimkan saja form aplikasi beasiswa saya.

Hari yang dinantikan tiba. Saya muncul sebagai waiting list student untuk beasiswa VLIR. Artinya, secara akademik saya telah diterima oleh universitas tetapi dengan pendanaan pribadi. Saya baru mendapatkan beasiswa, jika ada kandidat yang mengundurkan diri. Saya sangat kecewa, karena telah merasa berbuat yang terbaik namun tetap belum berhasil!

Pengumuman dari Filipina juga senada. Lewat e-mail, saya dinyatakan tidak berhasil mendapatkan beasiswa dan disarankan mencoba kembali tahun depan. Saya menjadi kesal. Saya pikir, semua persyaratan telah saya penuhi dan ini bilateral agreement, belum lagi prestasi akademis saya yang lumayan bagus dan berdasarkan ranking universitas di Asia mereka masih di bawah UI, sombong sekali sampai menolak. Apalagi pelayanan mereka sangat tidak profesional. Saya dan beberapa rekan sekerja sulit sekali mendapatkan informasi tentang kelanjutan beasiswa kita. Beberapa kali kita mengirimkan e-mail, tetapi tidak ada tanggapan.

Akhirnya, e-mail pemberitahuan dari mereka saya balas dengan mengatakan saya sangat berterima kasih atas pemberitahuan mereka, tetapi tahun depan tidak akan mencoba kembali karena telah diterima kuliah di Belgia!

Saya juga tidak sadar, apakah ini merupakan bentuk IMAN saya atau hanya untuk melampiaskan kekesalan saya. Selain ini, setiap teman atau saudara yang menanyakan tentang kelanjutan studi saya, selalu saya beritahukan jika saya akan kuliah di Belgia. Padahal, saya tahu jika kemungkinan itu sangat kecil sekali. Saya hanya waiting list student urutan ketiga! Saya jadi tambah pusing mencari-cari alasan, ketika bertemu kembali dengan orang-orang ini dan saya ternyata tidak berangkat! Kegilaan saya berlanjut, saya memasang landmark kota Antwerpen (kota dimana saya studi sekarang) sebagai screensaver komputer kantor!

Ditengah kejenuhan saya mengajar, saya mendapatkan sebuah e-mail kejutan dari VLIR. Saya dinyatakan mendapatkan beasiswa VLIR. Saya belum percaya. Saya mengkonfirmasinya kembali dan ternyata benar adanya. Penantian saya selama ini tidak sia-sia. Ini merupakan suatu mujizat nyata dalam hidup saya.

Perjuangan belum berakhir, ditengah-tengah waktu yang sempit untuk mempersiapkan segala sesuatunya, saya meghadapi kendala dalam memenuhi syarat-syarat pengurusan visa. Saya telah berusaha meminta bantuan teman yang tinggal di Jakarta, tetapi saya malah dipermainkan. Saya menjadi sangat khawatir, bisa berangkat atau nggak ya? Akhirnya, ada seorang yang tidak saya kenal sebelumnya bersedia membantu saya. Ini pelajaran bagi saya. Orang-orang terdekat kita bisa menjadi parasit, tetapi orang-orang yang tidak kita kenal sebelumnya dapat melakukan hal-hal yang luar biasa. Terima kasih Shanti (akhirnya aku tulis testimoni di milis ini!), Like, Bu Francisca dan Bu Mugi.

Tanpa kalian, saya tidak bisa berangkat!

Tuhan begitu baik dalam hidup saya. Dia melapangkan jalan saya di saat yang krusial. Saya bisa terbang ke Belgia tepat waktu. Saat ini, saya sedang menempuh studi Master di University of Antwerpen. Ini bukan akhir dari segalanya. Ini adalah permulaan bagi saya. Sebagai satu-satunya wakil dari Indonesia, saya harus dapat memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.

Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada moderator dan rekan-rekan milis lainnya atas segala informasi yang telah diposting, yang tidak hanya memberikan tips untuk memperolah beasiswa tetapi secara tidak langsung telah memberikan motivasi bagi saya. Terima kasih untuk Mas Sony, Pei Fun dan teman-teman lain, yang telah mengamalkan ibadahnya kepada saya. Upahmu besar di surga!!!!

Semoga rekan-rekan yang masih bergumul dengan beasiswanya dapat memperoleh pelajaran dari pengalaman saya. Jangan pernah menyerah pada keadaan, sebelum mencoba memberikan yang terbaik. Jika Anda memiliki tekad, pasti akan menemukan jalan!

Best regards,
Inggrid

0 comments:

copyright milis beasiswa