Alhamdulillah, untuk tahap pertama ADS tahun ini saya dipanggil untuk seleksi tahap berikutnya. Kemarin sore saya sudah terima surat pemberitahuan dan panggilan untuk tes wawancara dan IELTS. Meski perjalanan masih panjang, thanks untuk semua info dan semangatnya. Selanjutnya, perjuangan masih harus diteruskan.
mahadri
Baca informasi beasiswa dan tipsnya di www.milisbeasiswa.com
Mahadri: Thanks untuk Info dan Semangatnya!
Rianto: Impressed by Your Book!
My name is Rianto Sitanggang. I'm a fresh graduate from Padjadjaran University, Bandung. I've read your book entitled "Kiat Memenangkan Beasiswa" and I'm really impressed about its content especially on 'writing a better resume' section... That's great!!!
Rianto
Untuk membeli buku "Kiat Memenangkan Beasiswa", kunjungi www.MilisBeasiswa.com.
Asa Elbhina: Terima Kasih atas Saran dalam Buku Anda
Mr. Togap,
Aku ingin ucapin terima kasih banyak atas saran - saran dalam buku anda "Kiat Memenangkan Beasiswa" karena berkat petunjuk dan saran dalam buku anda tsb, saya berhasil lulus dalam seleksi tahap pertama pada beasiswa stuned.
Asa
Untuk membeli buku "Kiat Memenangkan Beasiswa", kunjungi www.MilisBeasiswa.com
Daani Gonzalo: Buku Karya Moderator Jadi Panduan Mengisi Application Form
Thanks buat bang Togap sama Mbak Pangesti yang sudah menerbitkan buku Kiat Memenangkan Beasiswa . Buku tadi saya jadikan panduan untuk mengisi jawaban dalam Aplication Form-nya Chevening.
Alhamdulillah berkat buku tadi tahap pertama bisa saya lalui. Tanggal 28 nanti saya diundang untuk mengikuti english proficiency test.
Aditya: Milis ini Hidup dan Menjadi Harapan Orang Banyak
Dear all,
Pertama2 maaf jika saya terlambat memberikan ucapan terima kasih kepada moderator mailist ini dan seluruh anggota yang memberikan kontribusi informasi beasiswa di mailist ini.
Mencari beasiswa dan mencari kerja kurang lebih hampir sama. Fasenya pun relatif sama, yaitu setelah lulus. Namun mencari beasiswa harus diikuti niat besar dengan keinginan menambah ilmu. Tidak sekedar sekolah gratis dan dapat uang saku cukup. Banyak tanggung jawab2 lain pun yang harus ditunjukan setelah selesai nanti.
Bagi gw pribadi mencari beasiswa adalah hal yang sulit, tapi bukan berarti ga mungkin. Hal itu dirasain banget karena melihat sebagian teman yang relatif gampang mendapatkan beasiswa. Karena pinter dan atau karena jago bahasa inggris.
Awalnya gw iri banget ngeliat temen yang bhs inggrisnya lebih jago dari gw, bisa jauh lebih mudah mendapatkan beasiswa padahal IPK dan kemampuan sih biasanya aja. Dalam hati gw berkata, `Yang namanya orang pinter, khan harusnya lebih prioritas. kalau bahasa inggrisnya pas2an, tapi klo dia pinter paling 1 tahun tinggal di negeri orang, dia pasti udah jago kok bhs inggrisnya....namanya juga orang pinter!!!` . Gw bukan nganggap diri gw pinter, tapi bener loh banyak orang yang jauh lebih pinter / jenius lah, keteteran..dan kecolongan dalam mencari beasiswa!!!kan kasian tuh!!! Apalagi patokan mencari beasiswa skrg banyaknya TOEFL Int`l. Itukan mahal!!! Ga semua orang mampu.
Tapi dugaan gw salah. IPK dan kemampuan bahasa inggris sama2 penting. Oleh karenanya untuk temen2 yang pinter2, yang kuliah di Univ2 no. 1 di kotanya. jangan mo kalah ama orang2 yang jago bhs inggrisnya. Bahasa juga penting banget dan keberanian juga untuk berexpresi dalam bhs inggris juga penting untuk ga takut bertanya dikelas.
Setelah berkali2 gagal mendapatkan beasiswa -- ga perlu disebutin yah, maluuu pokoknya banyak deh--. Dan kemudian berkaca dan merenung dan mengambil pelajaran dari kegagalan itu, gw bulatkan niat untuk serius mendapatkan TOEFL diatas 550.
Alhamdulillah akhirnya tahun 2006 menjadi tahun yang indah bagi gw. Gw mendapatin 7 beasiswa!!! Penuh syukur rasanya setelah perjuangan panjang dan tidak sia2. Kerja keras dibayar dengan kebahagian.
Untuk temen2 lain yang haus dengan ilmu, jangan cuma mencari informasi dari mailist ini. Cari info sendiri sehingga kita tau pertama dan cukup persiapan untuk bertanding, jangan jadi deadliner sejati. Persiapin materi jauh2 hari. Jangn lupa juga berbagi info setelah itu, ga perlu pelit krn ga enak juga klo jadi juara tapi pesertanya cuma kita doank. iya ga?
Namun perjalanan dan perjuangan belum selese, hasil bagus harus tetap ditunjukan pas bljr di negeri orang!!! Ditambah kebingungan saya ketika harus memilih 1 diantara 7 scholarships yang ditawarkan. Pilihan gw bukan jatuh di universitas yang terkenal, mungkin diantara 7 itu univ itu, univ yang gw pilih adalah yang berada di urutan paling bawah diantara univ yang yang menawarkan beasiswanya kepada gw. Tapi gw yakin dengan pilihan gw, walaupun sedih krn menolak tawaran dari Univ Oslo dgn Qouta Program dan 2 deparments di Univ of Tokyo dgn mombukagakusho nya dan ADS. tapi krn gw akan dibimbing oleh Prof terkenal dibidang gw akhirnya gw memilih untuk kuliah di Tokyo Institute of Technology (Tokyo Tech).
Sekali lagi, makasih banyak untuk telah membuat mailist ini hidup dan menjadi harapan orang banyak di indonesia untuk belajar dan menimba ilmu.
Tetep terus dengan informasinya dan jangan mati deh :) . Onegaishimasu!!!
Domo arigato gozaimashita.
Regards,
-rk-
Adji: Sebuah Keajaiban Mendapatkan Beasiswa
Saya mau berbagi cerita nih. Maaf sebelumnya baru bergabung. Tapi saya sudah lama menjadi anggota pasif di milis ini.
Sekedar info, saya sekarang sedang studi S2 di Universiteit Hasselt (UHasselt), Belgia. Saya mendapatkan beasiswa dari UHasselt untuk Master of Science in Applied Statistics. Sebenarnya saya adalah salah satu orang yang tidak diterima beasiswa VLIR tahun 2006 ini. Saya mendapat pemberitahuan dari VLIR bahwa saya masuk dalam daftar tunggu (waiting list), tapi pihak VLIR sendiri memberitahukan bahwa saya bisa menjadi mahasiswa UHasselt, tanpa beasiwa VLIR kalau dalam keadaan saya gagal mendapatkan beasiswa VLIR. Dan akhirnya pihak VLIR menyatakan bahwa tidak ada calon dari daftar tunggu yang di ambil untuk UHasselt.
Saya tidak kehabisan akal. Saya mencoba mengontak pihak UHasselt, yaitu Prof. Paul Jansen. Sebelum pengumuman penerima beasiswa VLIR, saya memang telah mengontak Prof. Paul Jansen dan direspon dengan baik oleh beliau. Dia memang menegaskan saya diterima di UHasselt, tapi dia menyarankan saya mencari beasiswa lain selain VLIR. Dia menyarankan mencoba BTC. Tapi juga gagal. Dan akhirnya setelah beberapa waktu, pihak UHasselt mengontak saya bahwa saya mendapatkan beasiswa dari Univ. Uniknya, pihak UHasselt menyatakan bahwa saya adalah penerima beasiswa (dari mancanegara) pertama. Dan bisa dipertimbangkan untuk tahun depan dibuka lagi kesempatan tersebut. Dan alhamdulilah beasiswa tersebut hampir sama besarnya dengan beasiswa VLIR, dan mengcover segalanya.
Dari cerita saya, saya ingin berbagi dengan kawan2, cobalah mencari info secara aktif di setiap Univ, dan moga2 ada seperti saya sebuah keajaiban. Karena mungkin saja ada Univ yang memberikan beasiswa yang memang tidak diumumkan di publik. Ingat, bahwa kegagalan mungkin adalah awal dari sebuah keberhasilan dan jangan cepat putus asa.
Sekian cerita dari saya. Semoga dapat bermanfaat. Selamat berjuang buat rekan2 yang ingin mengejar beasiswa.
Adji Achmad Rinaldo Fernandes
Statistics, Brawijaya University
Fajar Anugerah: Mengejar Impian
Saya pertama kali menetapkan impian terbesar saya ketika saya berusia 13 tahun. Pada saat itu, ketika liburan kenaikan kelas 2 SMP, saya mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Amerika Serikat karena kalahdalam kompetisi bercerita dalam bahasa Inggris. Ya, KALAH, saya tidak salah tulis. Pada kompetisi tersebut, pada awalnya saya meraih peringkat pertama dari tingkat sekolah hingga Jakarta Selatan. Namun apa daya, ketika tingkat DKI Jakarta, saya yang waktu itu masih kelas 1, tanpa didampingi guru satupun, dan lagi mendapatkan nomor urut tampil pertama…akhirnya tidak mendapat satupun peringkat juara.
Alhamdulillah, ayah saya, yang pada saat itu, pertama kalinya mengantar saya ke kegiatan sejenis, merasa tersentuh. Beliau pada saat itu merasa bangga akan penampilan saya, walaupun saya tidak memenangkan satupun peringkat juara. Beliau kemudian mengusahakan agar saya dapat mengikuti paket perjalanan wisata mengunjungi Amerika Serikat selama kurang lebih 1 bulan, dengan 1 syarat. Syarat tersebut adalah saya harus pergi tanpa didampingi keluarga satupun.
Pada saat itu saya nekad memberanikan diri untuk mengambil tantangan tersebut. Kesempatan mengunjungi Amerika Serikat, benar-benar merupakan pengalaman berkesan bagi saya. Pengalaman tersebut sangat membuka wawasan saya mengenai kemajuan yang mereka telah capai. Pada saat itulah saya menetapkan bahwa suatu waktu kelak, saya harus kembali ke negara maju seperti Amerika Serikat, untuk menuntut ilmu. Saya menghabiskan waktu sekitar 8 tahun untuk meniti jalan dan membangun kesiapan diri saya untuk mencapai impian tersebut. Saya berusaha keras meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, mencari berbagai informasi yang berhubungan dengan peluang studi ke luar negeri dan membangun kemandirian yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dan berhasil di luar negeri.
Kesempatan tersebut datang mengetuk ketika saya berada di tahun keempat masa kuliah di Fakultas Psikologi UNPAD. Ketika itu, saya berhasil lolos menjadi kandidat peserta pertukaran pemuda yang diselenggarakan DepDikNas (DikBud saat itu). Sayangnya beberapa kejadian non teknis membuat peluang tersebut tidak dapat saya raih (sebuah cerita yang saya simpan untuk kesempatan lain). Kejadian ini sempat membuat saya tertekan, namun Alhamudulillah, saya tidak
berlarut-larut dalam masalah tersebut.
Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan, peluang berikutnya bagi saya untuk belajar di luar negeri adalah dengan meraih beasiswa. Ada beberapa cara yang akan dapat membuat peluang saya meraih beasiswa menjadi besar. Pertama adalah dengan meraih prestasi akademis yang baik (diindikasikan dengan IPK minimal 3,0). Sayangnya prestasi akademis saya kurang dapat dibanggakan. Kedua, adalah dengan menjadi staf pengajar atau pegawai negeri. Saya kurang tertarik dengan gagasan keterikatan seperti itu di usia saya yang masih relative muda. Cara yang terakhir adalah dengan terlibat secara aktif dalam kegiatan sosial atau profesional selama kurang lebih 2 tahun.
Saya mencoba mengumpulkan pengalaman kerja di sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang kreatif dan IT. Namun, Allah berkehendak lain, pada akhir 2004, sebuah bencana besar terjadi di Sumatera Utara dan NAD. Terpanggil untuk menyumbangkan hasil pendidikan saya dan mempertimbangkan bahwa pengalaman tersebut juga akan membantu mengembangkan diri saya untuk meraih beasiswa, saya mendaftarkan diri sebagai relawan Pusat Krisis Psikologi Universitas Indonesia.
Setelah melalui serangkaian proses pembekalan dan seleksi, pada bulan Februari saya diberangkatkan untuk menjadi tenaga psikososial di sebuah desa dekat kota Meulaboh. Pada awal keberangkatan, saya memang niatnya hanya untuk membantu dan mengumpulkan pengalaman bekerja sosial.
Namun, setibanya di sana, ternyata saya dituntut untuk menjadi pekerja kemanusiaan semi profesional yang melayani kebutuhan dukungan psikososial masyarakat yang terkena dampak bencana. Saya ditempatkan di bawah pengelolaan manajemen Kementrian Pemberdayaan Perempuan, dalam program yang disebut Children Center (sebuah program tanggap darurat perlindungan anak hasil kerja sama UNICEF dengan pemerintah RI).
Pengalaman 7 bulan pertama benar-benar menantang, kami harus tinggal di tenda dekat dengan lokasi barak pengungsi. Hampir selama 24 jam setiap hari dalam 1 minggu kami melayani semua kebutuhan pengungsi anak dan keluarganya. Kami menyediakan bantuan nutrisi, usaha pelacakan anak yang terpisah dan dukungan psikologis bagi masyarakat yang terkena dampak bencana tersebut.
Selama 7 bulan tersebut, saya juga membangun jaringan dengan sesama lembaga kemanusiaan, LSM dan lembaga PBB yang memangku tanggung jawab mengkoordinasikan usaha tanggap darurat, di lokasi saya kebetulan UNICEF. Kemampuan bahasa Inggris saya, membuat saya diposisikan untuk mewakili kelompok saya setiap kali mengikuti pertemuan koordinasi dengan UNICEF.
Pada bulan Agustus, saya direkomendasikan untuk dipindahkan ke tingkat propinsi, di kota Banda Aceh. Selama kurang lebih 4 bulan, saya bertanggung jawab untuk membantu koordinator program (staf Kementrian Pemberdayaan Perempuan) untuk mengelola keseluruhan program Children Center di provinsi NAD. Saya membantu pengelolaan kegiatan, pelatihan staf, koordinasi staf dan koordinasi dengan UNICEF Banda Aceh dan lembaga-lembaga internasional lain. Pada kurun waktu inilah, saya berhasil membangun jejaring yang kuat dengan staf lembaga internasional yang aktif di kegiatan kemanusiaan di Aceh.
Pada akhir masa kontrak saya, UNICEF menawari saya untuk bekerja langsung pada mereka untuk mengkoordinasikan suatu proyek. Saya menerima tawaran tersebut. Saya mulai bekerja dengan UNICEF pada bulan Mei 2006. Pada saat ini, tanggung jawab saya lebih besar, karena saya melapor langsung pada beberapa lembaga yang bertanggung jawab mengkoordinasikan program perlindungan anak, khususnya pelayanan psikososial dan kesehatan mental.
Sejak akhir tahun 2005, saya sudah mulai mencari peluang untuk memanfaatkan pengalaman saya selama ini, untuk mendapatkan beasiswa. Pada bulan Januari, seorang kawan memberikan informasi mengenai peluang beasiswa dari British Council, untuk mengambil studi pasca sarjana dalam bidang Hak Asasi Manusia di Inggris. Saya merasa bahwa peluang ini sesuai dengan pengalaman yang telah saya bangun, sehingga saya memberanikan diri mengirimkan formulir aplikasi dan persyaratan yang diminta.
Pada hari ulang tahun saya, di tengah hutan yang sulit mendapatkan sinyal telepon, saya mendapatkan telepon dari British Council Jakarta. Mereka mengundang saya untuk mengikuti proses wawancara. Saat itu, saya merasa bahwa itu merupakan hadiah ulang tahun terbaik saya, bahkan bila saya tidak benar-benar lolos dari seleksi wawancara. Bukan rahasia lagi, bahwa British Council sangat selektif dalam pemberian beasiswa dan kejadian menerima kabar tersebut di tengah hutan di Aceh benar-benar seperti sebuah mukjizat pada saat itu.
Singkat cerita, saya akhirnya melewati proses wawancara tersebut. Saya kemudian menerima panggilan lagi pada bulan Juni, untuk mengikuti tes IELTS. Pada bulan Juli, saya menerima kabar bahwa saya mendapatkan hasil yang memadai untuk menerima tawaran beasiswa tersebut. Bulan Agustus lalu, saya mengikuti kegiatan orientasi akademik selama 1
bulan di Istanbul, Turki.
Sekarang saya sedang menjalani persiapan akhir sebelum akhirnya akan berangkat pada tanggal 30 bulan ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang dan berliku, saya akhirnya dapat meraih salah satu impian saya. Saya sendiri tidak membayangkan kejadiannya akan seperti ini dan saya bersyukur pada Allah akan kesempatan ini. Semua kelelahan dan cobaan yang telah saya lalui, seperti tidak berbekas bila dibandingkan dengan perasaan gembira menanti dimulainya studi saya.
Saya telah mengejar impian saya dan sekarang selangkah lebih dekat untuk meraihnya. Bagaimana dengan impian Anda?